Minggu, 01 Mei 2016

Reklamasi Teluk Jakarta


Reklamasi Teluk Jakarta itu proyek pembangunan besar, sehingga wajib menjawab dua pertanyaan mendasar itu. Tapi hingga kini jawaban belum jelas.
Tak bisa dipungkiri, reklamasi pantai sudah lama dilakukan banyak negara berpantai dan berpelabuhan di dunia. Berbagai alasan hadir mendukung pelaksanaan proyek demikian. Bagi negara totalitarian, pemerintah dengan mudah mengabaikan pihak terkena dampak dalam pengambilan keputusan.

Bagi negara demokrasi, hak rakyat itu utama dan oleh sebab itu, keterbukaan rencana merupakan kewajiban untuk diketahui oleh, dan dikomunikasikan ke mereka yang akan terkena dampaknya.
Reklamasi ada yang berhasil dan ada yang gagal diukur dari tujuan dan dampaknya. Singapura dianggap berhasil dalam proyek reklamasi menambah lahan hunian dan bandar udara, pencadangan air baku, dan meningkatkan pemasukan negara..
Apa jua kejadiannya, kecermatan memprakirakan dampak lingkungan, keuangan, dan kesetaraan sosial merupakan kunci menjalankan suatu proyek pembangunan.

Pembangunan 17 pulau di Teluk Jakarta dinilai menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem bawah laut. Reklamasi pun bakal mempersempit cakupan wilayah tangkapan nelayan kecil.
Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Edo Rahman mengatakan, reklamasi pulau harus disetop. Apalagi, proyek tidak mendapat izin pelaksanaan dari Kementerian Keluatan dan Perikanan.


Proyek itu juga tidak memiliki manfaat bagi warga di pesisir Pantura (Pantai Utara)," kata Edo kepada Metrotvnews.com di kantor Walhi Nasional, Jalan Tegal Parang Utara, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2016).

Edo mengungkapkan, Jakarta rentan banjir jika reklamasi diteruskan. Reklamasi pulau akan menahan air dari 13 sungai besar di Jakarta menuju ke laut lepas.

"Ketika hujan deras dan semua air dari sungai mengarah ke laut, air akan tergenang di pesisir teluk Jakarta, karena tidak bisa ke laut karena terhalang reklamasi. Limpahan sedimentasi menjadi terganggu, sedimentasi akan tertahan di antara pesisir dan batas pulau reklamsi," ungkapnya.

Reklamasi pulau juga merusak dan merampas habitat ekosistem bawah laut.  Ini akan memengaruhi konektivitas ekosistem antara teluk Jakarta, Kepulauan Seribu, dan perairan utara Banten.

"Bisa jadi Teluk Jakarta adalah basis pakan atau tempat pendewasaan ikan-ikan, ketika ada eksploitasi (reklamasi) akan menghilang. Kalau ekosistem tergangggu, bisa jadi dampaknya jumlah kuantitas keanekaragaman hayati di teluk jakarta dan Banten bisa berkurang," jelas Edo.

Imbas reklamasi juga akan memengaruhi pendapatan nelayan kecil yang mencari ikan di wilayah teluk Jakarta. Reklamasi akan mempersempit wilayah tangkapan nelayan tradisional.

"Memengaruhi pasokan pangan, khususnya ikan untuk Jakarta. Karena yang direklamasi adalah wilayah-wilayah tangkapan nelayan kecil yang hanya dengan perahu motor," kata Edo.

Dampak terakhir, tidak ada yang bisa menjamin teluk Jakarta terbebas dari pencemaran limbah rumah tangga, terutama limbah cair. Sebab, tujuan reklamasi pulau untuk membangun permukiman penduduk.

"Siapa yg bisa menjamin ketika reklamasi ini dilakukan akan menurunkan pencemaran, termasuk sampah? Ini kawasan permukiman yang akan dibangun, bagaiamana pengelolaan limbah cairnya? Siapa yang bisa dijamin, limbah cairnya dibuang ke laut, apakah itu akan menurunkan pencemaran? Edo dengan nada tanya.

Menurut Edo, reklamasi pulau tak lebih untuk memuaskan keinginan pengembang. Pembangunan permukiman di pulau reklamasi bukan untuk masyarakat kelas menegah bawah, tapi kelas atas.

"Kalau dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan permukiman? permukiman siapa? Bukan rumah-rumah biasa, ini tempat permukiman mewah, harga yang dipasarkan mahal, belum berdiri saja sudah dipasarkan, kita minta pengembang agar marketingnya setop jualan properti. Kita anggap itu pembohongan publik. Tempatnya masih bermasalahan kok sudah dipasarkan," pungkas Edo.‎

Bisa jadi Edo benar. Proyek reklamasi sarat masalah. ‎KPK belum lama mencokok Mohamad Sanusi dan karyawan PT APL Trinanda Prihantoro, pada Kamis malam, 31 Maret 2016. Sanusi tertangkap tangan menerima uang dari Trinanda melalui seorang perantara.‎

Lembaga Antikorupsi menyita uang sebesar Rp1,140 miliar yang diduga merupakan suap untuk Sanusi. Politikus Gerindra ini diketahui telah menerima Rp2 miliar dari PT APL, namun uang itu sudah digunakan dan bersisa Rp1,140 miliar.

Uang diduga sebagai suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035. Selain itu, uang terkait raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis pantai Jakarta Utara.

Sanusi dan Trinanda kemudian dibawa dan diperiksa di Kantor Lembaga Antikorupsi. Sementara, Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja yang juga tersangkut kasus ini menyerahkan diri ke KPK pada Jumat malam 1 April.

Di lain tempat, KPK menggeledah kantor Sanusi dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M. Taufik. Dari lokasi ini, penyidik KPK mengamankan beberapa dokumen diduga terkait kasus suap ini.

Sanusi pun dijadikan tersangka penerima suap. Dia disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara, Trinanda dan Ariesman jadi tersangka pemberi suap. Keduanya disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Para tersangka ini sudah ditahan KPK untuk 20 hari ke depan. Sanusi kini meringkuk di Rumah Tahanan Polres Jakarta Selatan, Trinanda di Rutan Polres Jakarta Timur, sedangkan Ariesman di Rutan Polres Jakarta Pusat.


http://news.liputan6.com/read/2492064/opini-reklamasi-teluk-jakarta-untuk-siapa
http://news.metrotvnews.com/read/2016/04/07/509957/ini-dampak-reklamasi-pulau-di-teluk-jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar