Nama Kali Jodo di
Kelurahan Angke, Jakarta Barat, sudah ada sebelum menjadi tempat lokalisasi
wanita tuna susila (WTS) atau sekarang pekerja seks komersil (PSK). Sejak
terjadi perkelahian antargeng dan pembakaran rumah beberapa tahun lalu, pihak
kepolisian meminta agar lokalisasi tersebut ditutup.
Kali Jodo pernah diusulkan untuk dijadikan tempat kegiatan keagamaan, seperti
yang telah dilakukan di Kramat Tunggak, Jakarta Utara, dengan dibangunnya
Islamic Centre. Masyarakat mendukung dan tengah menunggu bila tempat maksiat
tersebut dijadikan pusat kegiatan keagamaan.
Di masa Gubernur Sutiyoso, juga ada rencana untuk menjadikan tempat lokalisasi
Boker, di Cijantung, Jakarta Selatan, menjadi Islamic Centre.
Orang Jakarta sejak tempo doeloe menamakan suatu tempat
berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi. Mungkin di kali ini dulu seringkali
para gadis dan pria berpacaran dan berakhir dengan perjodohan.
Dulu di kali ini tiap tahun diselenggarakan pesta Peh Coen Hare ke-100
Imlek (tahun baru Cina). Pesta ini menarik para muda-muda yang ingin
menyaksikan beragam keramaian, seperti barongsai dan pestangibing diiringi
gambang keromong. Banyak taipan yang menjadi sponsornya.
Keberadaan Kalijodo juga tidak lepas dari tradisi perayaan
Pehcun yang kerap diadakan oleh warga keturunan Tionghoa di Kali Angke.
Dalam tradisi tersebut, laki-laki dan perempuan menaiki perahu yang terpisah,
kemudian jika saling suka mereka akan sama-sama melemparkan kue ke pasangannya.
Menurut JJ Rizal, suasana kali yang saat itu sejuk dan banyak pohon juga menjadi
alasan mengapa tempat tersebut menjadi lokasi favorit bagi anak muda untuk
berkumpul, bahkan membawa pasangan mereka. Namun wajah Kalijodo berubah
saat pemerintah menggusur pusat prostitusi di daerah Senen, Jakarta Pusat, di
tahun 1950-an. Penggusuran kawasan Senen yang tidak diikuti dengan pembinaan,
membuat para Pekerja Seks Komersial (PSK) bermigrasi ke Kalijodo.
Referensi :
Kali Jodo pernah diusulkan untuk dijadikan tempat kegiatan keagamaan, seperti yang telah dilakukan di Kramat Tunggak, Jakarta Utara, dengan dibangunnya Islamic Centre. Masyarakat mendukung dan tengah menunggu bila tempat maksiat tersebut dijadikan pusat kegiatan keagamaan.
Di masa Gubernur Sutiyoso, juga ada rencana untuk menjadikan tempat lokalisasi Boker, di Cijantung, Jakarta Selatan, menjadi Islamic Centre.
Orang Jakarta sejak tempo doeloe menamakan suatu tempat berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi. Mungkin di kali ini dulu seringkali para gadis dan pria berpacaran dan berakhir dengan perjodohan.
Dulu di kali ini tiap tahun diselenggarakan pesta Peh Coen Hare ke-100 Imlek (tahun baru Cina). Pesta ini menarik para muda-muda yang ingin menyaksikan beragam keramaian, seperti barongsai dan pestangibing diiringi gambang keromong. Banyak taipan yang menjadi sponsornya.
Keberadaan Kalijodo juga tidak lepas dari tradisi perayaan Pehcun yang kerap diadakan oleh warga keturunan Tionghoa di Kali Angke. Dalam tradisi tersebut, laki-laki dan perempuan menaiki perahu yang terpisah, kemudian jika saling suka mereka akan sama-sama melemparkan kue ke pasangannya.
Menurut JJ Rizal, suasana kali yang saat itu sejuk dan banyak pohon juga menjadi alasan mengapa tempat tersebut menjadi lokasi favorit bagi anak muda untuk berkumpul, bahkan membawa pasangan mereka. Namun wajah Kalijodo berubah saat pemerintah menggusur pusat prostitusi di daerah Senen, Jakarta Pusat, di tahun 1950-an. Penggusuran kawasan Senen yang tidak diikuti dengan pembinaan, membuat para Pekerja Seks Komersial (PSK) bermigrasi ke Kalijodo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar